Jumat, 22 April 2011

HUBUNGAN ILMU, FILSAFAT DAN AGAMA SERTA FILSAFAT PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

HUBUNGAN ILMU, FILSAFAT DAN AGAMA SERTA FILSAFAT PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu
Dosen : Elin Herlina, MAg




Di susun oleh   :
Lina Ratna Listiani
Semester V



Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) AT-Taqwa
Ciparay – Bandung
2010
BAB I
PENDAHULUAN

A.    PENGERTIAN FILSAFAT
Apakah filsafat itu? Bagaimana definisinya? Demikianlah pertanyaan pertama yang kita hadapi tatkala akan mempelajari ilmu filsafat. Istilah"filsafat" dapat ditinjau dari dua segi, yakni:
1.      Segi sematik
Perkataan filsafat berasal dari bahasa Arab “falsafah”, yang berasal dari bahasa Yunani, “philosophia”, yang berarti “philos” (cinta), suka (loving), dan “sophia” (pengetahuan),  hikmah (wisdom). Jadi “philosophia” berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran. Maksudnya, setiap orang yang berfilsafat akan menjadi bijaksana. Orang yang cinta kepada pengetahuan disebut “philosopher”, dalam bahasa Arabnya “failasuf". Pecinta pengetahuan ialah orang yang menjadikan pengetahuan sebagai tujuan hidupnya, atau perkataan lain, mengabdikan dirinya kepada pengetahuan.
2.       Segi praktis
Dilihat dari pengertian praktisnya, filsafat berarti “alam pikiran” atau “alam berpikir”. Berfilsafat artinya berpikir. Namun tidak semua berpikir bererti berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh. Sebuah semboyan mengatakan bahwa "setiap manusia adalah filsuf".
Semboyan ini benar juga, sebab semua manusia berpikir. Akan tetapi secara umum semboyan itu tidak benar, sebab tidak semua manusia yang berpikir adalah filsuf.
 Filsuf hanyalah orang yang memikirkan hakikat segala sesuatu dengan sungguh-sungguh dan mendalam. Tegasnya: Filsafat adalah hasil akal seorang manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya. Dengan kata lain: Filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu.
Beberapa definisi tentang pengertian filsafat
Kerana luasnya lingkungan pembahasan ilmu filsafat, maka tidak mustahil kalau banyak di antara para filsafat memberikan definisinya secara berbeda-beda. Coba perhatikan definisi-definisi ilmu filsafat dari filsuf Barat dan Timur di bawah ini:
v  Plato (427SM - 347SM).  Seorang filsuf Yunani yang termasyhur murid Socrates dan guru Aristoteles, mengatakan: Filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada (ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli).
v  Aristoteles (384 SM - 322SM). Mengatakan : Filsafat adalah ilmua pengetahuan yang meliputi kebenaran, yang di dalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika (filsafat menyelidiki sebab dan asas segala benda).
v  Marcus Tullius Cicero (106 SM - 43SM). Politikus dan ahli pidato Romawi, merumuskan : Filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu yang maha agung dan usaha-usaha untuk mencapainya.
v  Al-Farabi (meninggal 950M). Filsuf Muslim terbesar sebelum Ibnu Sina, mengatakan : Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelediki hakikat yang sebenarnya.
v  Immanuel Kant (1724 -1804). Yang  sering disebut raksasa pikir Barat, mengatakan : Filsafat itu ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup di dalamnya 3 persoalan, yaitu :
§  “Apakah yang dapat kita ketahui ? (dijawab oleh metafisika);
§  Apakah yang dapat kita kerjakan ? (dijawab oleh etika);
§  Sampai dimanakah pengharapan kita ? (dijawab oleh antropologi);
v  Prof. Dr. Fuad Hasan. Guru Besar Psikologi UI, menyimpulkan: Filsafat adalah suatu ikhtiar untuk berpikir radikal, artinya mulai dari radiksnya suatu gejala, dari akarnya suatu hal yang hendak dimasalahkan. Dan dengan jalan penjajakan yang radikal itu filsafat berusaha untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan yang universal.
v  Drs H. Hasbullah Bakry. Merumuskan: ilmu filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai oleh akal manusia, dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.
Setelah mempelajari rumusan-rumusan tersebut di atas dapatlah disimpulkan
bahwa:
ü  Filsafat adalah 'ilmu istimewa' yang mencoba menjawab masalah-masalah yang tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa kerana masalah-masalah tersebut di luar jangkauan ilmu pengetahuan biasa.
ü  Filsafat adalah hasil daya upaya manusia dengan akal budinya untuk memahami atau mendalami secara radikal dan integral serta sistematis hakikat sarwa yang ada, yaitu:
-          Hakikat Tuhan.
-          Hakikat alam semesta dan
-          Hakikat manusia, serta sikap manusia sebagai konsekuensi dari paham tersebut.
Perlu ditambah bahwa definisi-definisi itu sebenarnya tidak bertentangan. Hanya cara mengesahkannya saja yang berbeda.


B.     CARA MEMBATASI FILSAFAT
Karena sangat luasnya lapangan ilmu filsafat, maka menjadi sukar pula orang mempelajarinya. Darimana hendak dimulai dan bagaimana cara membahasnya agar orang yang mempelajarinya segera dapat mengetahuinya.
Pada zaman modern ini pada umunya orang telah sepakat untuk mempelajari ilmu filsafat itu dengan dua cara, yaitu dengan memplajari sejarah perkembangan sejak dahulu kala hingga sekarang (metode historis), dan dengan cara mempelajari isi atau lapangan pembahasannya yang diatur dalam bidang-bidang tertentu (metode sistematis). Dalam metode historis orang mempelajari perkembangan aliran-aliran filsafat sejak dahulu kala sehingga sekarang.
Di sini dikemukakan riwayat hidup tokoh-tokoh filsafat di segala masa, bagaimana timbulnya aliran filsafatnya tentang logika, tentang metafisika, tentang etika, dan tentang keagamaan. Seperti juga pembicaraan tentang zaman purba dilakukan secara berurutan (kronologis) menurut waktu masing masing.
Dalam metode sistematis orang membahas langsung isi persoalan ilmu filsafat itu dengan tidak mementingkan urutan zaman perjuangannya masing-masing. Orang membagi persoalan ilmu filsafat itu dalam bidang-bidang yang tertentu. Misalnya, dalam bidang logika dipersoalkan mana yang benar dan mana yang salah menurut pertimbangan akal, bagaimana cara berpikir yang benar dan mana yang salah.
Kemudian dalam bidang etika dipersoalkan tentang manakah yang baik dan manakah yang baik dan manakah yang buruk dalam pembuatan manusia. Di sini tidak dibicarakan persoalan-persoalan logika atau metafisika.
Dalam metode sistematis ini para filsuf kita konfrontasikan satu sama lain dalam bidang-bidang tertentu. Misalnya dalam soal etika kita konfrontasikan saja pendapat pendapat filsuf zaman klasik (Plato dan Aristoteles) dengan pendapat filsuf zaman pertengahan (Al-Farabi atau Thimas Aquinas), dan pendapat filsuf zaman 'aufklarung' (Kant dan lain-lain) dengan pendapat-pendapat filsuf dewasa ini (Jaspers dan Marcel) dengan tidak usah mempersoalkan tertib periodasi masing-masing. Begitu juga dalam soal-soal logika, metafisika dan lain-lain.

C.     CABANG-CABANG FILSAFAT
Telah kita ketahui bahwa filsafat adalah sebagai induk yang mencakup semua ilmu khusus. Akan tetapi, dalam perkembangan selanjutnya ilmu-ilmu khusus itu satu demi satu memisahkan diri dari induknya, filsafat. Mula-mulamatematika dan fisika melepaskan diri, kemudian diikuti oleh ilmu-ilmu lain. Adapun psikologi baru pada akhir-akhir ini melepaskan diri dari filsafat, bahkan di beberapa insitut, psikologi masih terpaut dengan filsafat.
Setelah filsafat ditinggalkan oleh ilmu-ilmu khusus, ternyata ia tidak mati, tetapi hidup dengan corak baru sebagai 'ilmu istimewa' yang memecahkan masalah yang tidak terpecahkan oleh ilmu-ilmu khusus. Yang menjadi pertanyaan ialah : apa sajakah yang masih merupakan bagian dari filsafat dalam coraknya yang baru ini? Persoalan ini membawa kita kepada pembicaraan tentang cabang-cabang filsafat.
Menurut Aristoteles, murid Plato, mengadakan pembagian secara kongkret dan sistematis menjadi 4 cabang, yaitu :           
1.      Logika. Ilmu ini dianggap sebagai ilmu pendahuluan bagi filsafat.
2.      Filsafat teoretis. Cabang ini mencakup :
ü  Ilmu fisika yang mempersoalkan dunia materi dari alam nyata ini;
ü  Ilmu matematika yang mempersoalkan hakikat segala sesuatu dalam kuantitasnya;
ü  Ilmu metafisika yang mempersoalkan hakikat segala sesuatu. Inilah yang paling utama dari filsafat.
3.      Filsafat praktis. Cabang ini mencakup :
ü  Ilmu etika. Yang mengatur kesusilaan dan kebahagiaan dalam hidup perseorang;
ü  Ilmu ekonomi, yang mengatur kesusilaan dan kemakmuran di dalam negara.
4.      Filsafat poetika (kesenian).
Pembagian Aristoteles ini merupakan permulaan yang baik sekali bagi perkembangan pelajaran filsafat sebagai suatu ilmu yang dapat dipelajari secara teratur. Ajaran Aristoteles sendiri, terutama ilmu logika, hingga sekarang masih menjadi contoh-contoh filsafat klasik yang dikagumi dan dipergunakan. Walaupun pembagian ahli yang satu tidak sama dengan pembagian ahli-ahli lainnya, kita melihat lebih banyak persamaan daripada perbedaan.
Dari pandangan para ahli tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa filsafat dalam coraknya yang baru ini mempunyai beberapa cabang, yaitu
·  Metafisika : Filsafat tentang hakikat yang ada di balik fisika, hakikat yang bersifat transenden, diluar jangkauan pengalaman manusia.
·  Logika : Filsafat tentang pikiran yang benar dan yang salah.
·  Etika :Filsafat tentang perilaku yang baik dan yang buruk.
·  Estetika : Filsafat tentang kreasi yang indah dan yang jelek.
·  Epistomologi : Filsafat tentang Ilmu pengetahuan.
·  Filsafat-filsafat Khusus : Filsafat manusia, Filsafat hukum, Filsafat sejarah, filsafat alam, Filsafat pendidikan, dan sebagainya.
Seperti telah dikatakan, ilmu filsafat itu sangat luas lapangan pembahasannya. Yang ditujunya ialah mencari hakihat kebenaran dari segala sesuatu, baik dalam kebenaran berpikir (logika), berperilaku (etika), maupun dalam mencari hakikat atau keaslian (metafisika). Maka persoalannya menjadi apakah sesuatu itu hakiki (asli) atau palsu (maya).
Dari tinjauan di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa dalam tiap-tiap pembagian sejak zaman Aristoteles hingga dewasa ini lapangan-lapangan yang paling utama dalam ilmu filsafat selalu berputar di sekitar logika, metafisika dan etika.

D.    TUJUAN , FUNGSI DAN MANFAAT FILSAFAT
Menurut Harold H. Titus, filsafat adalah suatu usaha memahami alam semesta, maknanya dan nilainya. Apabila tujuan ilmu adalah kontrol, dan tujuan seni adalah kreativitas, kesempurnaan, bentuk keindahan komunikasi dan ekspresi, maka tujuan filsafat adalah Pengertian dan Kebijaksanaan (understanding and wisdom).
Dr Oemar A. Hoesin mengatakan: Ilmu memberi kepada kita pengatahuan, dan filsafat memberikan hikmah. Filsafat memberikan kepuasan kepada keinginan manusia akan pengetahuan yang tersusun dengan tertib, akan kebenaran.
S. Takdir Alisyahbana menulis dalam bukunya: filsafat itu dapat memberikan ketenangan pikiran dan kemantapan hati, sekalipun menghadapi maut. Dalam tujuannya yang tunggal (yaitu kebenaran) itulah letaknya kebesaran, kemuliaan, malahan kebangsawanan filsafat di antara kerja manusia yang lain. Kebenaran dalam arti yang sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya baginya, itulah tujuan yang tertinggi dan satu-satunya. Bagi manusia, berfilsafat itu bererti mengatur hidupnya seinsaf-insafnya, senetral-netralnya dengan perasaan tanggung jawab, yakni tanggung jawab terhadap dasar hidup yang sedalam-dalamnya, baik Tuhan,
Alam, ataupun kebenaran.
Radhakrishnan dalam bukunya, History of Philosophy, menyebutkan: Tugas filsafat bukanlah sekadar mencerminkan semangat masa ketika kita hidup, melainkan membimbingnya maju. Fungsi filsafat adalah kreatif, menetapkan nilai, menetapkan tujuan, menentukan arah dan menuntun pada jalan baru. Filsafat hendaknya mengilhamkan keyakinan kepada kita untuk menompang dunia baru, mencetak manusia-manusia yang menjadikan penggolongan-penggolongan berdasarkan 'nation', ras, dan keyakinan keagamaan mengabdi kepada cita mulia kemanusiaan. Filsafat tidak ada artinya sama sekali apabila tidak universal, baik dalam ruang lingkupnya maupun dalam semangatnya.
Studi filsafat harus membantu orang-orang untuk membangun keyakinan keagamaan atas dasar yang matang secara intelektual. Filsafat dapat mendukung kepercayaan keagamaan seseorang, asal saja kepercayaan tersebut tidak bergantung pada konsepsi prailmiah yang usang, yang sempit dan yang dogmatis. Urusan (concerns) utama agama ialah harmoni, pengaturan, ikatan, pengabdian, perdamaian, kejujuran, pembebasan, dan Tuhan.
Berbeda dengan pendapat Soemadi Soerjabrata, yaitu mempelajari filsafat adalah untuk mempertajamkan pikiran, maka H. De Vos berpendapat bahwa filsafat tidak hanya cukup diketahui, tetapi harus dipraktekkan dalam hidup sehari-sehari.
Orang mengharapkan bahwa filsafat akan memberikan kepadanya dasar-dasar pengetahuan, yang dibutuhkan untuk hidup secara baik. Filsafat harus mengajar manusia, bagaimana ia harus hidup secara baik. Filsafat harus mengajar manusia, bagaimana ia harus hidup agar dapat menjadi manusia yang baik dan bahagia.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan filsafat adalah mencari hakikat kebenaran sesuatu, baik dalam logika (kebenaran berpikir), etika (berperilaku), maupun metafisika (hakikat keaslian).


BAB II
SEJARAH FILSAFAT KUNO

  1. PENGANTAR
Para sarjana filsafat mengatakan bahwa mempelajari filsafat Yunani berarti menyaksikan kelahiran filsafat. Karena itu tidak ada pengantar filsafat yang lebih ideal dari pada study perkembangan pemikiran filsafat di negeri Yunani.
Alfred Whitehead mengatakan tentang Plato: "All Western phylosophy is but a series of footnotes to Plato". Pada Plato dan filsafat Yunani umumnya dijumpai problem filsafat yang masih dipersoalkan sampai hari ini. Tema-tema filsafat Yunani seperti ada, menjadi, substansi, ruang, waktu, kebenaran, jiwa, pengenalan, Allah dan dunia merupakan tema-tema bagi filsafat seluruhnya.
  1. FILSUF-FILSUF PERTAMA
Ada tiga filsuf dari kota Miletos yaitu Thales, Anaximandros dan Anaximenes. Ketiganya secara khusus menaruh perhatian pada alam dan kejadian-kejadian alamiah, terutama tertarik pada adanya perubahan yang terus menerus di alam. Mereka mencari suatu asas atau prinsip yang tetap tinggal sama di belakang perubahan-perubahan yang tak henti-hentinya itu.
Thales mengatakan bahwa prinsip itu adalah air, Anaximandros berpendapat to apeiron atau yang tak terbatas sedangkan Anaximenes menunjuk udara.
Thales juga berpendapat bahwa bumi terletak di atas air. Tentang bumi, Anaximandros mengatakan bahwa bumi persis berada di pusat jagat raya dengan jarak yang sama terhadap semua badan yang lain. Sedangkan mengenai kehidupan bahwa semua makhluk hidup berasal dari air dan bentuk hidup yang pertama adalah ikan. dan manusia pertama tumbuh dalam perut ikan.
Sementara Anaximenes dapat dikatakan sebagai pemikir pertama yang mengemukakan persamaan antara tubuh manusia dan jagat raya. Udara di alam semesta ibarat jiwa yang dipupuk dengan pernapasan di dalam tubuh manusia.
Filosof berikutnya yang perlu diperkenalkan adalah Pythagoras. Ajaran-ajarannya yang pokok adalah :
Ø  pertama dikatakan bahwa jiwa tidak dapat mati. Sesudah kematian manusia, jiwa pindah ke dalam hewan, dan setelah hewan itu mati jiwa itu pindah lagi dan seterusnya. Tetapi dengan mensucikan dirinya, jiwa dapat selamat dari reinkarnasi itu.
Ø  Kedua dari penemuannya terhadap interval-interval utama dari tangga nada yang diekspresikan dengan perbandingan dengan bilangan-bilangan.
Pythagoras menyatakan bahwa suatu gejala fisis dikusai oleh hukum matematis. Bahkan katanya segala-galanya adalah bilangan. Ketiga mengenai kosmos, Pythagoras menyatakan untuk pertama kalinya, bahwa jagat raya bukanlah bumi melainkan Hestia (api), sebagaimana perapian merupakan pusat dari sebuah rumah. Pada jaman Pythagoras ada Herakleitos Di kota Ephesos dan menyatakan bahwa api sebagai dasar segala sesuatu. Api adalah lambang perubahan, karena api menyebabkan kayu atau bahan apa saja berubah menjadi abu sementara apinya sendiri tetap menjadi api.
Herakleitos juga berpandangan bahwa di dalam dunia alamiah tidak sesuatupun yang tetap. Segala sesuatu yang ada sedang menjadi. Pernyataannya yang masyhur "Pantarhei kai uden menei" yang artinya semuanya mengalir dan tidak ada sesuatupun yang tinggal tetap.
Filosof pertama yang disebut sebagai peletak dasar metafisika adalah Parmenides. Parmenides berpendapat bahwa yang ada ada, yang tidak ada tidak ada. Konsekuensi dari pernyataan ini adalah : 
1.      Satu dan tidak terbagi;
2.      Kekal, tidak mungkin ada perubahan;
3.      sempurna, tidak bisa ditambah atau diambil darinya;
4.      Mengisi segala tempat, akibatnya tidak mungkin ada gerak sebagaimana klaim Herakleitos.
Para filsuf tersebut dikenal sebagai filsuf monisme yaitu pendirian bahwa realitas seluruhnya bersifat satu karena terdiri dari satu unsur saja. Para Filsuf berikut ini dikenal sebagai filsuf pluralis, karena pandangannya yang menyatakan bahwa realitas terdiri dari banyak unsur.
Empedokles menyatakan bahwa realitas terdiri dari empat rizomata (akar) yaitu api, udara, tanah dan air. Perubahan-perubahan yang terjadi di alam dikendalikan oleh dua prinsip yaitu cinta (Philotes) dan benci (Neikos).
Empedokles juga menerangkan bahwa pengenalan (manusia) berdasarkan prinsip yang sama mengenal yang sama. Pruralis yang berikutnya adalah Anaxagoras, yang mengatakan bahwa realitas adalah terdiri dari sejumlah tak terhingga spermata (benih). Berbeda dari Empedokles yang mengatakan bahwa setiap unsur hanya memiliki kualitasnya sendiri seperti api adalah panas dan air adalah basah.
Anaxagoras mengatakan bahwa segalanya terdapat dalam segalanya. Karena itu rambut dan kuku bisa tumbuh dari daging. Perubahan yang membuat benih-benih menjadi kosmos hanya berupa satu prinsip yaitu Nus yang berarti roh atau rasio. Nus tidak tercampur dalam benih-benih dan Nus mengenal serta mengusai segala sesuatu.
Karena itu, Anaxagoras dikatakan sebagai filsuf pertama yang membedakan antara "yang ruhani" dan "yang jasmani". Pluralis Leukippos dan Demokritos juga disebut sebagai filsuf atomis. Atomisme mengatakan bahwa realitas terdiri dari banyak unsur yang tak dapat dibagi-bagi lagi, karenanya unsur-unsur terakhir ini disebut atomos.
Lebih lanjut dikatakan bahwa atom-atom dibedakan melalui tiga cara: (seperti A dan
N), urutannya (seperti AN dan NA) dan posisinya (seperti N dan Z). Jumlah atom tidak berhingga dan tidak mempunyai kualitas, sebagaimana pandangan Parmenides atom-atom tidak dijadikan dan kekal.
Tetapi Leukippos dan Demokritos menerima ruang kosong sehingga memungkinkan adanya gerak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa realitas seluruhnya terdiri dari dua hal: yang penuh yaitu atom-atom dan yang kosong.
  1. PLATO
Hampir semua karya Plato ditulis dalam bentuk dialog dan Socrates diberi peran yang dominan dalam dialog tersebut. Sekurang-kurangnya ada dua alasan mengapa Plato memilih yaitu :
·  Pertama, sifat karyanya Socratik --Socrates berperan sentral-- dan diketahui bahwa Socrates tidak mengajar tetapi mengadakan tanya jawab dengan teman-temannya di Athena. Dengan demikian, karya plato dapat dipandang sebagai monuman sang guru yang dikaguminya.
·  Kedua, berkaitan dengan anggapan plato mengenai filsafat.
Menurutya, filsafat pada intinya tidak lain daripada dialog, dan filsafat seolah-olah drama yang hidup, yang tidak pernah selasai tetapi harus dimulai kembali.
Ada tiga ajaran pokok dari Plato yaitu tentang idea, jiwa dan proses mengenal. Menurut Plato realitas terbagi menjadi dua yaitu:
1.      Inderawi yang selalu berubah
2.      Dan dunia idea yang tidak pernah berubah.
Idea merupakan sesuatu yang obyektif, tidak diciptakan oleh pikiran dan justru sebaliknya pikiran tergantung pada idea-idea tersebut. Idea-idea berhubungan dengan dunia melalui tiga cara;
·  Idea hadir di dalam benda;
·  Idea berpartisipasi dalam kongkret,
·  Idea merupakan model atau contoh (paradigma) bagi benda konkret.
Pembagian dunia ini pada gilirannya juga memberikam dua pengenalan.
ü  Pertama pengenalan tentang idea; inilah pengenalan yang sebenarnya. Pengenalan yang dapat dicapai oleh rasio ini disebut episteme (pengetahuan) dan bersifat, teguh, jelas, dan tidak berubah. Dengan demikian Plato menolak relatifisme kaum sofis.
ü  Kedua, pengenalan tentang benda-benda disebut doxa (pendapat), dan bersifat tidak tetap dan tidak pasti; pengenalan ini dapat dicapai dengan panca indera.
Dengan dua dunianya ini juga Plato bisa mendamaikan persoalan besar filsafat pra-socratik yaitu pandangan panta rhei-nya Herakleitos dan pandangan yang ada-ada-nya Parmenides.
Keduanya benar, dunia inderawi memang selalu berubah sedangkan dunia idea tidak pernah berubah dan abadi. Memang jiwa Plato berpendapat bahwa jika itu baka, lantaran terdapat kesamaan antara jiwa dan idea.
Lebih lanjut dikatakan bahwa jiwa sudah ada sebelum hidup di bumi. Sebelum bersatu dengan badan, jiwa sudah mengalami pra eksistensi dimana ia memandang idea-idea.
Berdasarkan pandangannya ,ini, Plato lebih lanjut berteori bahwa pengenalan pada dasarnya tidak lain adalah pengingatan (anamnenis) terhadap idea-idea yang telah dilihat pada waktu pra-eksistansi. Ajaran Plato tentang jiwa manusia ini bisa disebut penjara. Plato juga mengatakan, sebagaimana manusia, jagat raya juga memiliki jiwa dan jiwa dunia diciptakan sebelum jiwa-jiwa manusia. Plato juga membuat uraian tentang negara. Tetapi jasanya terbesar adalah usahanya membuka sekolah yang bertujuan ilmiah. Sekolahnya diberi nama "Akademia" yang paling didedikasikan kepada pahlawan yang bernama Akademos. Mata pelajaran yang paling diperhatikan adalah ilmu pasti. Menurut cerita tradisi, di pintu masuk akademia terdapat tulisan; "yang belum mempelajari matematika janganlah masuk di sini."

BAB III
HUBUNGAN ILMU DAN FISAFAT

  1. PENGANTAR
Setelah mengenal arti dari filsafat, maka kita perlu juga mengenal apa itu Ilmu dan apa Hubungan Ilmu dan Filsafat ?
ü  Beberapa definisi Ilmu ( Yang dimaksud Ilmu Pengetahuan)
v  Ilmu adalah hal-hal yang diketahui (keseluruhan dari kebenaran-kebenaran yang terkait antara satu dan lainnya secara sistematis).
v  Ilmu adalah hal-hal yang kita dapat mengetahui sesuatu (kemampuan untuk menarik kesimpulan dari sejumlah data tertentu dan dengan cara tertentu).
v  Ilmu adalah pengetahuan yang mempunyai dasar dan berlaku secara umum dan niscaya/pasti.
v  Ilmu merupakan akumulasi pengetahuan yang disistemisasikan . Suatu pendekatan /metode pendekatan terhadap dunia empiris, yaitu dunia yang terkait dengan ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh panca indera manusia.
v  Science empircal, rational, general and cummulative and is all four one” (Ilmu ialah empiris, rasional, umum dan bertimbun-bersusun, dan semuanya serentak) (Ralph Ross).
v  Ilmu adalah pengetahuan yang telah disitemisasikan, yakni disusun teratur mengenai suatu bidang tertentu yang jelas batas-batasnya mengenai sasaran, cara kerja, dan tujuannya. Ilmu diikat oleh suatu kesamaan cara kerja yang disebut metodologi (metode ilmiah), dan merupakan suatu disiplin ilmiah.
v  Ilmu lahir Dari pengamatan yang cermat melalui mata, pencerapan indera, yakni mencerap melalui mata, telinga, hidung, otak dan lain-lain, baik dengan maupun tanpa menggunakan alat-alat bantuan (mikroskop, sinar X, teleskop, radio teleskop, potret prisma, high fidely microphone, dan sebagainya).
v  Ilmu baru dikatakan ilmu kalau telah lengkap menyeluruh. Ilmu adalah pengetahuan yang telah menyempurnakan diri berdasarkan kumpulan data yang lebih lengkap dan perbaikan cara kerja terus menerus.[Halaman: 17-18].

ü  Sifat-sifat Ilmu :
1.      Rasional : (Proses pemikiran yang berlangsung dalam ilmu itu harus dan hanya tunduk pada hokum logika);
2.      Empiris (Kesimpulan yang didapatnya harus dapat ditundukkan pada verifikasi pancaindera manusia);
3.      Sistematis: (Fakta yang relevan itu harus disusun dalam suatu kebulatan yang konsisten);
4.      Umum: ( harus dapat dipelajari oleh setiap orang tidak bersifat esoteric);
5.       Akumulatif: (Kebenaran yang diperoleh selalu dapat dijadikan dasar memperoleh kebenaran).
Ilmu berasal dari bahasa Arab, ‘alama. Arti dasar dari kata ini adalah pengetahuan. Penggunaan kata ilmu dalam proposisi bahasa Indonesia sering disejajarkan dengan kata science dalam bahasa Inggris. Kata science itu sendiri memang bukan bahasa Asli Inggris, tetapi merupakan serapan dari bahasa Latin, Scio, scire yang arti dasarnya pengetahuan. Ada juga yang menyebutkan bahwa science berasal dari kata scientia yang berarti pengetahuan.
Scientia bersumber dari bahasa Latin Scire yang artinya:
1.      Mengetahui Terlepas dari berbagai perbedaan asal kata, tetapi jika benar ilmu disejajarkan dengan kata science dalam bahasa Inggris, maka pengertiannya adalah pengetahuan. Pengetahuan yang dipakai dalam bahasa Indonesia, kata dasarnya adalah “tahu”.
2.      Secara umum pengertian dari kata “tahu” ini menandakan adanya suatu pengetahuan yang didasarkan atas pengalaman dan pemahaman tertentu yang dimiliki oleh seseorang.
3.      Pendapat yang sama diungkapkan M. Quraish Shihab. Ia berpendapat bahwa ilmu berasal dari bahasa Arab, ilm. Arti dasar dari kata ini adalah kejelasan. Karena itu, segala bentuk kata yang terambil dari kata ‘ilm seperti kata ‘alm (bendera), ‘ulmat (bibir sumbing), ‘alam (gunung-gunung) dana ‘alamat mengandung objek pengetahuan. Ilmu dengan demikian dapat diartikan sebagai pengetahuan yang jelas tentang sesuatu.
4.      Athur Thomson mendefinisikan ilmu sebagai pelukisan fakta-fakta, pengalaman secara lengkap dan konsisten meski dalam perwujudan istilah yang sangat sederhana.
5.      S. Hornby mengartikan ilmu sebagai: Science is organized knowledge obtained by observation and testing of fact (ilmu adalah susunan atau kumpulan pengetahuan yang diperoleh melalui penelitian dan percobaan dari fakta-fakta.
6.      Kamus bahasa Indonesia, menerjemahkan ilmu sebagai pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu pula. Kamus ini juga menerangkan bahwa ilmu dapat diartikan sebagai pengetahuan atau kepandaian tentang soal duniawi, akhirat, lahir dan bathin.
7.      Poincare menyebutkan bahwa ilmu berisi kaidah-kaidah dalam arti definisi yang tersembunyi (science consist entirely of convertions in the sence of disguised definitions). Pengertian dan kandungan ilmu yang dicoba ditawarkan Poincare ini, harus pula diakui memperoleh penolakan dari berbagai ahli. Bahkan ada anggapan yang menyatakan bahwa pikiran Poincare ini merupakan kesalahan besar. Le Ray seolah menjadi antitesis dari pemikiran Poincare.
8.      Le Ray misalnya menyatakan bahwa “Science consist only of consecrations and it is solely to this circumstance that is owes its apparent certainly”. Le Ray juga menyatakan bahwa science cannot teach us the truth, it’s can serve us only as a rule of action (ilmu tidak mengajarkan tentang kebenaran, ia hanya menyajikan sejumlah kaidah dalam berbuat.
Dari beberapa definisi ilmu di atas, maka, kandungan ilmu berisi tentang; hipotesa, teori, dalil dan hukum.
Penjelasan di atas juga menyiratkan bahwa hakekat ilmu bersifat koherensi sistematik. Artinya, ilmu sedikit berbeda dengan pengetahuan. Ilmu tidak memerlukan kepastian kepingan-kepingan pengetahuan berdasarkan satu putusan tersendiri, ilmu justru menandakan adanya satu keseluruhan ide yang mengacu kepada objek atau alam objek yang sama saling berkaitan secara logis.
Setiap ilmu bersumber di dalam kesatuan objeknya. Ilmu tidak memerlukan kepastian lengkap berkenaan dengan penalaran masing-masing orang. Ilmu akan memuat sendiri hipotesis-hipotesis dan teori-teori yang sepenuhnya belum dimantapkan.
 Oleh karena itu, ilmu membutuhkan metodologi, sebab dan kaitan logis. Ilmu menuntut pengamatan dan kerangka berpikir metodik serta tertata rapi. Alat bantu metodologis yang penting dalam konteks ilmu adalah terminology ilmiah. Dengan demikian penulis dapat menyimpulkan bahwa antara ilmu dan filsafat ada persamaan dan perbedaan.
Perbedaannya ilmu bersifat Posterior kesimpulannya ditarik setelah melakukan pengujian-pengujian secara berulang-ulang sedangkan filsafat bersifat priori kesimpulan-kesimpulannya ditarik tanpa pengujian, sebab filsafat tidak mengharuskan adanya data empiris seperti yang dimiliki ilmu karena filsafat bersifat spekulatif.
Di samping adanya perbedaan antara ilmu dengan filsafat ada sejumlah persamaan yaitu sama-sama mencari kebenaran. Ilmu memiliki tugas melukiskan filsafat bertugas untuk menafsirkan kesemestaan aktivitas ilmu digerakan oleh pertanyaan bagaimana menjawab pelukisan fakta, sedangkan filsafat menjawab atas pertanyaan lanjutan bagaimana sesungguhnya fakta itu dari mana awalnya dan akan ke mana akhirnya.
Filsafat ilmu sangat penting peranannya terhadap penalaran manusia untuk membangun ilmu. Sebab, filsafat ilmu akan menyelidiki, menggali, dan menelusuri sedalam, sejauh, dan seluas mungkin semua tentang hakikat ilmu. Dalam hal ini, kita bisa mendapatkan gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan akar dari semua ilmu dan pengetahuan.

B.     BEBERAPA PADANGAN MENGENAI FILSAFAT ILMU

Filsafat ilmu merupakan suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah.
Filsafat ilmu adalah pembandingan atau pengembangan pendapat-pendapat masa lampau terhadap pendapat-pendapat masa sekarang yang didukung dengan bukti-bukti ilmiah.

Filsafat ilmu merupakan paparan dugaan dan kecenderungan yang tidak terlepas dari pemikiran para ilmuwan yang menelitinya.
Filsafat ilmu dapat dimaknai sebagai suatu disiplin, konsep, dan teori tentang ilmu yang sudah dianalisis serta diklasifikasikan.

Filsafat ilmu adalah perumusan pandangan tentang ilmu berdasarkan penelitian secara ilmiah.

Inti sari filsafat ilmu

·  kebenaran
·  fakta
·  logika
·  konfirmasi

Ciri-ciri dan cara kerja filsafat ilmu

·  Mengkaji dan menganalisis konsep-konsep, asumsi, dan metode ilmiah.
·  Mengkaji keterkaitan ilmu yang satu dengan ilmu yang lainnya.
·  Menkaji persamaan ilmu yang satu dengan yang lainnya, tanpa mengabaikan persamaan kedudukan masing-masing ilmu.
·  Mengkaji cara perbedaan suatu ilmu dengan ilmu yang lainnya.
·  Mengkaji analisis konseptual dan bahasa yang digunakannya.
·  Menyelidiki berbagai dampak pengetahun ilmiah terhadap:
    • cara pandang manusia
    • hakikat manusia
    • nilai-nilai yang dianut manusia
    • tempat tinggal manusia
    • sumber-sumber pengetahuan dan hakikatnya
    • logika dengan matematika
    • logika dan matematika dengan realitas yang ada

Cara filsafat ilmu melakukan penelitian, pengkajian, dan penyelidikan meliputi:



·  sebab akibat                                                  
·  pemastian
·  penggolongan
·  pengendalian
·  hukum
·  pengukuran
·  model
·  ramalan
·  kemungkinan
·  teori
·  pembenaran
·  deduksi
·  definisi
·  fakta empiris
·  induksi
·  hipotesis


C.     FUNGSI FILSAFAT ILMU

v  Alat untuk menelusuri kebenaran segala hal-hal yang dapat disaksikan dengan pancaindra dan dapat diterangkan serta dinilai secara ilmiah.
v  Memberikan pengertian tentang cara hidup dan pandangan hidup.
v  Panduan tentang ajaran moral dan etika.
v  Sumber ilham dan panduan untuk menjalani berbagai aspek kehidupan.
v  Sarana untuk mempertahankan, mendukung, menyerang atau juga tidak memihak terhadap pandangan filsafat lainnya.
Melihat uraian di atas, filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Dengan demikian, filsafat ilmu sangatlah penting peranannya bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Tentu juga, filsafat ilmu sangat bermanfaat bagi manusia untuk menjalani berbagai aspek kehidupan.



TEORI KOHERENSI
Teori kebenaran saling berhubungan
Perumusan
Protagoras, dikembangkan : Hegel (abad 19)
Prinsip
Deduksi (Umum -- Khusus)
Tingkat Kebenaran
Kuat/lebih meyakinkan
URAIAN/CONTOH
· Sesuatu itu benar jika ia mengandung yang koheren, artinya kebenaran itu konsisten dengan kebenaran sebelumnya
· Kebenaran ialah kesesuaian antara suatu pernyataan dan pernyataan lainnya yang sudah lebih dahulu kita ketahui dan diakui benar
· Suatu kepercayaan adalah benar bukanlah karena bersesuaian dengan fakta, melainkan karena ia bersesuaian atau berselarasan dengan binaan pengetahuan yang kita miliki

TEORI KORESPONDENSI
Suatu itu benar jika ada yang dikonsepsikan sesuai dengan obyeknya (Fakta)
Perumusan
Bertrand Rusel (1872-1970), awalnya Aritoteles
Prinsip
Induksi (Khusus--Umum)
Tingkat Kebenaran
Tingkat kebenaran agak rendah karena sifat metode induksi itu sendiri
URAIAN/CONTOH
· Kebenaran dicapai setelah diadakan pengamatan dan pembuktian (Observasi dan Verifikasi)
· Kebenaran itu berupa kesesuaian (korespondensi) antara apa yang dimaksud oleh suatu pendapat dan apa yang sungguh-sungguh merupakan fakta

TEORI PRAGMATIS
Suatu itu benar jika menimbulkan akibat positif
Pencetusnya
Charles S, Pierce (1835-1914)
Para Ahlinya
William James (1842-1910), Jhon Dewey (1859-1952)
Tingkat Kebenaran
Lemah (ada unsure subyektivisme)
URAIAN/CONTOH
· Benar tidaknya suatu pendapat, teori, atau dalil semata-mata beragantung pada faedah dan tidaknya pendapat tersebut bagi manusia untuk bertindak dalam penghidupannya yaitu ada nilai praktis, ada hasilnya, berguna, memuaskan (satisfies), berlaku (work)
· Bagi pragmatism, suatu agama bukan benar karena Tuhan yang disembah atau Tuhan itu benar-benar ada, tetapi karena pengaruhnya yang positif dan berkat kepercayaan itu, masyarakat jadi tertib

BAB IV
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

  1. PENDAHULUAN
Setiap orang memiliki filsafat walaupun ia mungkin tidak sadar akan hal tersebut. Kita semua mempunyai ide-ide tentang benda-benda, tentang sejarah, arti kehidupan, mati, Tuhan, benar atau salah, keindahan atau kejelekan dan sebagainya.
1.      Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Definisi tersebut menunjukkan arti sebagai informal.
2.      Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan yang sikap yang sangat kita junjung tinggi. Ini adalah arti yang formal.
3.      Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.
4.      Filsafat adalah sebagai analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep.
5.      Filsafat adalah sekumpulan problema-problema yang langsung yang mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.
Dari beberapa definisi tadi bahwasanya semua jawaban yang ada difilsafat tadi hanyalah buah pemikiran dari ahli filsafat saja secara rasio. Banyak orang termenung pada suatu waktu. Kadang-kadang karena ada kejadian yang membingungkan dan kadang-kadang hanya karena ingin tahu, dan berfikir sungguh-sungguh tentang soal-soal yang pokok. Apakah kehidupan itu, dan mengapa aku berada disini? Mengapa ada sesuatu? Apakah kedudukan kehidupan dalam alam yang besar ini ? Apakah alam itu bersahabat atau bermusuhan ? apakah yang terjadi itu telah terjadi secara kebetulan? atau karena mekanisme, atau karena ada rencana, ataukah ada maksud dan fikiran didalam benda.
Semua soal tadi adalah falsafi, usaha untuk mendapatkan jawaban atau pemecahan terhadapnya telah menimbulkan teori-teori dan sistem pemikiran seperti idealisme, realisme, pragmatisme. Oleh karena itu filsafat dimulai oleh rasa heran, bertanya dan memikir tentang asumsi-asumsi kita yang fundamental (mendasar), maka kita perlukan untuk meneliti bagaimana filsafat itu menjawabnya.
B.     PENGERTIAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata “Philo” yang berarti cinta, dan kata Sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah. Terhadap pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Selanjutnya ia menambahkan bahwa filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia. Selain itu terdapat pula teori lain yang mengatakan bahwa filsafat berasal dari kata Arab falsafah, yang berasal dari bahasa Yunani, Philosophia: philos berarti cinta, suka (loving), dan sophia yang berarti pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi, Philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran atau lazimnya disebut Pholosopher yang dalam bahasa Arab disebut failasuf.
Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan bahwa pengertian filsafat telah mengalami perubahan-perubahan sepanjang masanya. Pitagoras (481-411 SM), yang dikenal sebagai orang yang pertama yang menggunakan perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan di atas dapat diketahui bahwa pengertian fisafat dari segi kebahasan atau semantik adalah cinta terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau kebikasanaan sebagai sasaran utamanya. Filsafat juga memilki pengertian dari segi istilah atau kesepakatan yang lazim digunakan oleh para ahli, atau pengertian dari segi praktis.
Selanjutnya bagaimanakah pandangan para ahli mengenai pendidikan dalam arti yang lazim digunakan dalam praktek pendidikan. Dalam hubungan ini dijumpai berbagai rumusan yang berbeda-beda.
Ahmad D. Marimba, misalnya mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Berdasarkan rumusannya ini, Marimba menyebutkan ada 5 unsur utama dalam pendidikan, yaitu:
1.      Usaha (kegiatan) yang bersifat bimbingan, pimpinan atau pertolongan yang dilakukan secara sadar;
2.      Ada pendidik, pembimbing atau penolong;
3.      Ada yang di didik atau si terdidik; 
4.      Adanya dasar dan tujuan dalam bimbingan tersebut;
5.      Dalam usaha tentu ada alat-alat yang dipergunakan.
Sebagai suatu agama, Islam memiliki ajaran yang diakui lebih sempurna dan kompherhensif dibandingkan dengan agama-agama lainnya yang pernah diturunkan Tuhan sebelumnya. Sebagai agama yang paling sempurna ia dipersiapkan untuk menjadi pedoman hidup sepanjang zaman atau hingga hari akhir. Islam tidak hanya mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di akhirat, ibadah dan penyerahan diri kepada Allah saja, melainkan juga mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia termasuk di dalamnya mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur kehidupan dunia dan akhirat tersebut adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Sebagai sumber ajaran, Al-Qur’an sebagaimana telah dibuktikan oleh para peneliti ternyata menaruh perhatian yang besar terhadap masalah pendidikan dan pengajaran. Demikian pula dengan Al-Hadist, sebagai sumber ajaran Islam, di akui memberikan perhatian yang amat besar terhadap masalah pendidikan. Nabi Muhammad SAW, telah mencanangkan program pendidikan seumur hidup (long life education ).
Dari uraian diatas, terlihat bahwa Islam sebagai agama yang ajaran-ajarannya bersumber pada al- Qur’an dan al Hadist sejak awal telah menancapkan revolusi di bidang pendidikan dan pengajaran. Langkah yang ditempuh al Qur’an ini ternyata amat strategis dalam upaya mengangkat martabat kehidupan manusia. Kini di akui dengan jelas bahwa pendidikan merupakan jembatan yang menyeberangkan orang dari keterbelakangan menuju kemajuan, dan dari kehinaan menuju kemuliaan, serta dari ketertindasan menjadi merdeka, dan seterusnya.
Dasar pelaksanaan Pendidikan Islam terutama adalah Al-Qur’an dan Al-Hadist. Firman Allah : “ Dan demikian kami wahyukan kepadamu wahyu (al Qur’an) dengan perintah kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah iman itu, tetapi kami menjadikan al Qur’an itu cahaya yang kami kehendaki diantara hamba-hamba kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benarbenar memberi petunjuk kepada jalan yang benar ( QS. Asy-Syura : 52 )”
Dan Hadis dari Nabi SAW : “ Sesungguhnya orang mu’min yang paling dicintai oleh Allah ialah orang yang senantiasa tegak taat kepada-Nya dan memberikan nasihat kepada hamba-Nya, sempurna akal pikirannya, serta mengamalkan ajaran-Nya selama hayatnya, maka beruntung dan memperoleh kemenangan ia” (al Ghazali, Ihya Ulumuddin hal. 90)”
Dari ayat dan hadis di atas tadi dapat diambil kesimpulan :
1.      Bahwa al Qur’an diturunkan kepada umat manusia untuk memberi petunjuk kearah jalan hidup yang lurus dalam arti memberi bimbingan dan petunjuk kearah jalan yang diridloi Allah SWT.
2.      Menurut Hadist Nabi, bahwa diantara sifat orang mukmin ialah saling menasihati untuk mengamalkan ajaran Allah, yang dapat diformulasikan sebagai usaha atau dalam bentuk pendidikan Islam.
3.      Al Qur’an dan Hadist tersebut menerangkan bahwa nabi adalah benar-benar pemberi petunjuk kepada jalan yang lurus, sehingga beliau memerintahkan kepada umatnya agar saling memberi petunjuk, memberikan bimbingan, penyuluhan, dan pendidikan Islam.
Bagi umat Islam maka dasar agama Islam merupakan fondasi utama keharusan berlangsungnya pendidikan. Karena ajaran Islam bersifat universal yang kandungannya sudah tercakup seluruh aspek kehidupan ini.
Pendidikan dalam arti umum mencakup segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya, serta keterampilannya kepada generasi muda untuk memungkinkannya melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama, dengan sebaik-baiknya.
Corak pendidikan itu erat hubungannya dengan corak penghidupan, karenanya jika corak penghidupan itu berubah, berubah pulalah corak pendidikannya, agar si anak siap untuk memasuki lapangan penghidupan itu. Pendidikan itu memang suatu usaha yang sangat sulit dan rumit, dan memakan waktu yang cukup banyak dan lama, terutama sekali dimasa modern dewasa ini.
Pendidikan menghendaki berbagai macam teori dan pemikiran dari para ahli pendidik dan juga ahli dari filsafat, guna melancarkan jalan dan memudahkan cara-cara bagi para guru dan pendidik dalam menyampaikan ilmu pengetahuan dan pengajaran kepada para peserta didik.
Kalau teori pendidikan hanyalah semata-mata teknologi, dia harus meneliti asumsi-asumsi utama tentang sifat manusia dan masyarakat yang menjadi landasan praktek pendidikan yang melaksanakan studi seperti itu sampai batas tersebut bersifat dan mengandung unsur filsafat. Memang ada resiko yang mungkin timbul dari setiap dua tendensi itu, teknologi mungkin terjerumus, tanpa dipikirkan buat memperoleh beberapa hasil konkrit yang telah dipertimbangkan sebelumnya didalam sistem pendidikan, hanya untuk membuktikan bahwa mereka dapat menyempurnakan suatu hasil dengan sukses, yang ada pada hakikatnya belum dipertimbangkan dengan hati-hati sebelumnya.
Sedangkan para ahli filsafat pendidikan, sebaiknya mungkin tersesat dalam abstraksi yang tinggi yang penuh dengan debat tiada berkeputusan,akan tetapi tanpa adanya gagasan jelas buat menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang ideal. Tidak ada satupun dari permasalahan kita mendesak dapat dipecahkan dengan cepat atau dengan mengulang-ulang dengan gigih kata-kata yang hampa. Tidak dapat dihindari, bahwa orang-orang yang memperdapatkan masalah ini, apabila mereka terus berpikir,yang lebih baik daripada mengadakan reaksi, mereka tentu akan menyadari bahwa mereka itu telah membicarakan masalah yang sangat mendasar.
Sebagai ajaran (doktrin) Islam mengandung sistem nilai diatas mana proses pendidikan Islam berlangsung dan dikembangkan secara konsisten menuju tujuannya. Sejalan dengan pemikiran ilmiah dan filosofis dari pemikir-pemikir sesepuh muslim, maka sistem nilai-nilai itu kemudian dijadikan dasar bangunan (struktur) pendidikan islam yang memiliki daya lentur normatif menurut kebutuhan dan kemajuan.
Pendidikan Islam mengidentifikasi sasarannya yang digali dari sumber ajarannya yaitu Al Quran dan Hadist, meliputi empat pengembangan fungsi manusia :
1.      Menyadarkan secara individual pada posisi dan fungsinya ditengah-tengah makhluk lain serta tanggung jawab dalam kehidupannya.
2.      Menyadarkan fungsi manusia dalam hubungannya dengan masyarakat, serta tanggung jawabnya terhadap ketertiban masyarakatnya.
3.      Menyadarkan manusia terhadap pencipta alam dan mendorongnya untuk beribadah kepada Nya.
4.      Menyadarkan manusia tentang kedudukannya terhadap makhluk lain dan membawanya agar memahami hikmah tuhan menciptakan makhluk lain, serta memberikan kemungkinan kepada manusia untuk mengambil manfaatnya.
Setelah mengikuti uraian diatas kiranya dapat diketahui bahwa Filsafat Pendidikan Islam itu merupakan suatu kajian secara filosofis mengenai masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang didasarkan pada al Qur’an dan al Hadist sebagai sumber primer, dan pendapat para ahli, khususnya para filosof Muslim, sebagai sumber sekunder.
Dengan demikian, filsafat pendidikan Islam secara singkat dapat dikatakan adalah filsafat pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam atau filsafat pendidikan yang dijiwai oleh ajaran Islam, jadi ia bukan filsafat yang bercorak liberal, bebas, tanpa batas etika sebagaimana dijumpai dalam pemikiran filsafat pada umumnya.
C.     RUANG LINGKUP FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Penjelasan mengenai ruang lingkup ini mengandung indikasi bahwa filsafat pendidikan Islam telah diakui sebagai sebuah disiplin ilmu. Hal ini dapat dilihat dari adanya beberapa sumber bacaan, khususnya buku yang menginformasikan hasil penelitian tentang filsafat pendidikan Islam. Sebagai sebuah disiplin ilmu, mau tidak mau filsafat pendidikan Islam harus menunjukkan dengan jelas mengenai bidang kajiannya atau cakupan pembahasannya.
Muzayyin Arifin menyatakan bahwa mempelajari filsafat pendidikan Islam berarti memasuki arena pemikiran yang mendasar, sistematik. Logis, dan menyeluruh (universal) tentang pendidikan, ysng tidak hanya dilatarbelakangi oleh pengetahuan agama Islam saja, melainkan menuntut kita untuk mempelajari ilmu-ilmu lain yang relevan.
Pendapat ini memberi petunjuk bahwa ruang lingkup filsafat Pendidikan Islam adalah masalah-masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan, seperti masalah tujuan pendidikan, masalah guru, kurikulum, metode, dan lingkungan.
D.    Kegunaan Filsafat Pendidikan Islam
Prof. Mohammad Athiyah Abrosyi dalam kajiannya tentang pendidikan Islam telah menyimpulkan 5 tujuan yang asasi bagi pendidikan Islam yang diuraikan dalam “ At Tarbiyah Al Islamiyah Wa Falsafatuha “ yaitu :
1.      Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia. Islam menetapkan bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam.
2.      Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Pendidikan Islam tidak hanya menaruh perhatian pada segi keagamaan saja dan tidak hanya dari segi keduniaan saja, tetapi dia menaruh perhatian kepada keduanya sekaligus.
3.      Menumbuhkan ruh ilmiah pada pelajaran dan memuaskan untuk mengetahui dan memungkinkan ia mengkaji ilmu bukan sekedar sebagai ilmu. Dan juga agar menumbuhkan minat pada sains, sastra, kesenian, dalam berbagai jenisnya.
4.      Menyiapkan pelajar dari segi profesional, teknis, dan perusahaan supaya ia dapat mengusai profesi tertentu, teknis tertentu dan perusahaan tertentu, supaya dapat ia mencari rezeki dalam hidup dengan mulia di samping memelihara dari segi kerohanian dan keagamaan.
5.      Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan. Pendidikan Islam tidaklah semuanya bersifat agama atau akhlak, atau sprituil semata-mata, tetapi menaruh perhatian pada segi-segi kemanfaatan pada tujuan-tujuan, kurikulum, dan aktivitasnya. Tidak lah tercapai kesempurnaan manusia tanpa memadukan antara agama dan ilmu pengetahuan.
E.      METODE PENGEMBANGAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Sebagai suatu metode, pengembangan filsafat pendidikan Islam biasanya memerlukan 4 hal sebagai berikut :
v  Pertama, bahan-bahan yang akan digunakan dalam pengembangan filsafat pendidikan. Dalam hal ini dapat berupa bahan tertulis, yaitu al Qur’an dan al Hadist yang disertai pendapat para ulama serta para filosof dan lainnya ; dan bahan yang akan di ambil dari pengalaman empirik dalam praktek kependidikan.
v  Kedua, metode pencarian bahan. Untuk mencari bahan-bahan yang bersifat tertulis dapat dilakukan melalui studi kepustakaan dan studi lapangan yang masing-masing prosedurnya telah diatur sedemikian rupa. Namun demikian, khusus dalam menggunakan al Qur’an dan al Hadist dapat digunakan jasa Ensiklopedi al Qur’an semacam Mu’jam al Mufahras li Alfazh al Qur’an al Karim karangan Muhammad Fuad Abd Baqi dan Mu’jam al muhfars li Alfazh al Hadist karangan Weinsink.
v  Ketiga, metode pembahasan. Untuk ini Muzayyin Arifin mengajukan alternatif metode analsis-sintesis, yaitu metode yang berdasarkan pendekatan rasional dan logis terhadap sasaran pemikiran secara induktif, dedukatif, dan analisa ilmiah.
v  Keempat, pendekatan. Dalam hubungannya dengan pembahasan tersebut di atas harus pula dijelaskan pendekatan yang akan digunakan untuk membahas tersebut. Pendekatan ini biasanya diperlukan dalam analisa, dan berhubungan dengan teori-teori keilmuan tertentu yang akan dipilih untuk menjelaskan fenomena tertentu pula. Dalam hubungan ini pendekatan lebih merupakan pisau yang akan digunakan dalam analisa. Ia semacam paradigma (cara pandang) yang akan digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena.
Islam dengan sumber ajarannya Al Qur’an dan Al Hadist yang diperkaya oleh penafsiran para ulama ternyata telah menunjukkan dengan jelas dan tinggi terhadap berbagai masalah yang terdapat dalam bidang pendidikan. Karenanya tidak heran ntuk kita katakan bahwa secara epistimologis Islam memilki konsep yang khas tentang pendidikan, yakni pendidikan Islam.
Demikian pula pemikiran filsafat Islam yang diwariskan para filosof Muslim sangat kaya dengan bahan-bahan yang dijadikan rujukan guna membangun filsafat pendidikan Islam. Konsep ini segera akan memberikan warna tersendiri terhadap dunia pendidikan jika diterapkan secara konsisten.
Namun demikian adanya pandangan tersebut bukan berarti Islam bersikap ekslusif. Rumusan, ide dan gagasan mengenai kependidikan yang dari luar dapat saja diterima oleh Islam apabila mengandung persamaan dalam hal prinsip, atau paling kurang tidak bertentangan. Tugas kita selanjutnya adalah melanjutkan penggalian secara intensif terhadap apa yang telah dilakukan oleh para ahli, karena apa yang dirumuskan para ahli tidak lebih sebagai bahan perbangdingan, zaman sekarang berbeda dengan zaman mereka dahulu. Karena itu upaya penggalian masalah kependidikan ini tidak boleh terhenti, jika kita sepakat bahwa pendidikan Islam ingin eksis ditengah-tengah percaturan global.
BAB V
TIGA INSTITUT KEBENARAN
(Sumber Ilmu, Filsafat & Agama- H.Endang Saifuddin Ashari, MA)


Manusia pada hakikatnya adalah makhluk pencari kebenaran, karena dalam dirinya selalu diliputi oleh rasa keingintahuan. Nalarnya selalu menjelajah untuk menemukan kebenaran. Daya jelajah otak kadang terbatas, dan disertai keterbatasan daya tangkap indera, memungkinkan capaian terbatas. Namun ketika rasa ingin tahu yang tak mungkin terbendung manusia selalu mencari dan mencari.
Terdapat tiga jalan untuk menghapiri kebenaran itu yakni, Agama, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan. Namun ketiga jalan penemuan kebenaran itu memiliki kekhususan. Adapun kekhususan yang dimaksud adalah, adanya titik persamaan, adanya titik perbedaan namun juga ada titik singgung.

A.    AGAMA
Agama pada umumnya merupakan :
1.      Satu sistem credo (tata keimanan atau tata keyakinan) atas adanya sesuatu yang mutlak di luar manusia;
2.      Satu sistem ritus (tata peribadatan) manusia kepada yang dianggapnya mutlak itu;
3.      Satu sistem norma (tata kaidah) yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dan alam lainnya, sesuai dan sejalan dengan tata keimanan dan tata peribadatan (Anshari, 1979:158).
Agama berbeda dengan sains dan filsafat karena agama menekankan keterlibatan pribadi. Kemajuan spiritual manusia dapat diukur dengan tingginya nilai yang tak terbatas yang ia berikan kepada obyek yang ia sembah. Seseorang yang religius merasakan adanya kewajiban yang tak bersyarat terhadap zat yang ia anggap sebagai sumber yang tertinggi bagi kepribadian dan kebaikan.
Agama tak dapat dipisahkan dari bagian-bagian lain dari kehidupan manusia, jika ia merupakan reaksi terhadap keseluruhan wujud manusia terhadap loyalitasnya yang tertinggi. Sebaiknya, agama harus dapat dirasakan dan difikirkan: ia harus diyakini, dijelaskan dalam tindakan (Titus, 1987:414).
B.     FILSAFAT
Endang Saifuddin Anshari, MA (1979:157), mendefiniisikan filsafat sebagai hasil daya upaya manusia dengan akal budinya untuk memahami (mendalami dan menyelami) secara radikal dan integral hakikat sarwa yang ada:
1.      Hakekat Tuhan;
2.      Hakekat alam semesta;
3.      Hakekat manusia; serta sikap manusia termasuk sebagai konsekwensi daripada faham (pemahamnnya) tersebut.
Untuk itulah dalam berfikir filsafat perlu dipahami karakteristik yang menyertainya, pertama, adalah sifat menyeluruh artinya seorang ilmuan tidak puas lagi mengenal ilmu hanya dari segi pandang ilmu sendiri, tetapi melihat hakekat ilmu dalam konstalasi pengetahuan yang lainnya, kedua, sifat mendasar, artinya bahwa seorang yang berfikirfilsafat tidak sekedar melihat ke atas, tapi juga mampu membongkar tempat berpijak secara fundamental, dan ciri ketiga, sifat spekulatif, bahwa untuk dapat mengambil suatu kebenaran kita perlu spekulasi.
Dari serangkaian spekulasi ini kita dapat memilih buah pikiran yang dapat diandalkan yang merupakan titik awal dari perjelajahan pengetahuan (Jujun, 1990:21-22)
C.     ILMU PENGETAHUAN
Ilmu pengehtauan itu pada hakikatnya merupakan hasil usaha manusia yang kemudian disusun dalam satu system mengenai kenyataan, sturktur, pembagian., bagian-bagian dan hukum-hukum tentang asal muasal yang pernah diselidikinya, seperti: (alam, manusia dan juga agama) sejauh yang dapat dijangkau daya pemikiran manusia yang dibantu penginderaan, yang kebenarannya diverifikasi/diuji secara empiris, riset ataupun eksperimental.
D.    PERSAMAAN DAN PERBEDAAN:
Baik ilmu, filsafat ataupun agama bertujuan–sekurang-kurangnya berurusan dengan hal yang–sama yaitu kebenaran. Namun titik perbedaannya terletak pada sumbernya, ilmu dan filsafat berumur pada ra’yu (akal, budi, rasio, reason, nous, vede, vertand, vernunft) manusia.
Sedangkan agama bersumberkan wahyu.Disamping itu ilmu pengetahuan mencari kebenaran dengan jalan penyelidikan (riset, research), pengalaman (empiri) dan percobaan (eksperimen) sebagai batu ujian.
Filasafat menghampiri kebenaran dengan exploirasi akal budi secara radikal (mengakar); tidak merasa terikat oleh ikatan apapun, kecuali oleh ikatan tangannya sendiri bernama logika.
Manusia mencari dan menemukan kebenaran dengan dan dalam agama dengan jalan mempertanyakan pelbagai masalah asasi dari atau kepada kitab suci.
Kebenaran ilmu pengetahuan adalah kebenaran positif (berlaku sampai dengan saat ini), kebenaran filsafat adalah kebenaran spekulatif (dugaan yang tidak dapat dibuktikan secara empiri, riset dan eksperimental).
Baik kebenaran ilmu maupun kebenaran filsafat kedua-duanya nisbi (relatif). Sedangkan kebenaran agama bersifat mutlak (absolut) karena agama adalah wahyu yang diturunkan Allah.
Baik ilmu maupun filsafat dimulai dengan sikap sanksi dan tidak percaya. Sedangkan agama dimulai dengan sikap percaya atau iman (Annshari, 1996:158-160).
BAB VI
KESIMPULAN

  1. Dengan filsafat, seseorang akan lebih menjadi manusia, karena terus melakukan perenungan dan menganalisa hakikat jasmani dan hakikat rokhani manusia dalam kehidupan di dunia agar bertindak bijaksana.
  2. Dengan berfilsafat seseorang dapat memahami makna hakikat hidup manusia, baik dalam lingkup pribadi maupun social. Dengan berfilsafat seseorang akan mampu memberi arti terbaik, unggul dan integral terhadap makna hidup, dan sanggup memahami keunggulan dan kelemahan diri, sehingga dapat memperkokoh kepribadian diri.
  3. Kebiasaan menganalisa segala sesuatu dalam hidup seperti yang diajarkan dalam metode berfilsafat, akan menjadikan seseorang cerdas, kritis, sistematis, dan obyektif dalam melihat dan memecahkan beragam problema kehidupan, sehingga mampu meraih kualitas, keunggulan dan kebahagiaan hidup.
  4. Dengan berfilsafat manusia selalu dilatih, dididik untuk berpikir secara universal, multidimensional, komprehensif, dan mendalam. Dengan terlatihnya seseorang dalam melihat dan menganalisa hakikat segala sesuatu secara komprehensif dan mendalam, maka seseorang akan mampu meminimalisisr kecenderungan mentalitas negative, misalnya egoistis, individualistis, parsialis, dan diskriminatif. Beragam problem social akan bermunculan ketika mentalitas negative tersebut mendominasi setiap proses-proses social sehari-hri dalam kelompok.
  5. Belajar filsafat akan melatih seseorang untuk mampu meningkatkan kualitas berpikir secara mandiri, mampu membangun pribadi yang berkarakter, tidak mudah terpengaruh oleh factor eksternal, tetapi disisi lain masih mampu mengakui harkat martabat orang lain. Karena itu, belajar filsafat akan mendorong tumbuhnya sikap mentela kompetitif secara sehat dan berkualitas.
  6. Belajar filsafat akan memberikan dasar-dasar semua bidang kajian pengetahuan, memberikan pandangan yang sintesis atau pemahaman atas hakikat kesatuan semua pengetahuan yang baik. Karena berfikir filsafat selalu mendorong seseorang untuk membangun keterbukaan berpikir, ketelitian dan melakukan analisis terdalam, serta terdorong untuk melakukan inovasi berdasarkan penemuan terbaru (invention) (Jhonstone, H.W. 1968; Tafsir, 2004; Sudiarja, dkk.2006)





DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Hanafi, M.A., Pengantar Filsafat Islam, Cet. IV, Bulan Bintang, Jakarta, 1990.
Prasetya, Drs., Filsafat Pendidikan, Cet. II, Pustaka Setia, Bandung, 2000
Titus, Smith, Nolan., Persoalan-persoalan Filsafat, Cet. I, Bulan Bintang, Jakarta, 1984.
Ali Saifullah H.A., Drs., Antara Filsafat dan Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya, 1983.
Zuhairini. Dra, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, Cet.II, Bumi Aksara, Jakarta, 1995.
Abuddin Nata, M.A., Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1997
M. Ihsan Dacholfany adalah mahasiswa ISID 1997 – Staf Pengajar PP Gontor – Perpustakaan Darussalam
H. Endang Saifuddin Anshari, MA., Tiga Institusi Kebenaran (Ilmu, Filsafat dan Agama), Cetakan I, Okober 2005.
DR. Ali Anwar Yusuf & Drs. Tono.TP, Rangkuman Ilmu Perbandingan Agama dan Filsafat, CV. Pustaka Setia, Oktober 31, 2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar